Friday, March 27, 2009

Studi Surat Makiyah dan Surat Madaniyah dalam Kitab Al-Itqon

Prolog

Dalam bingkai studi ulumul Quran, pembahasan surat-surat makkiyah dan madaniyah merupakan suatu kelaziman. Hampir di setiap buku-buku bernuansa ulumul Quran terdapat pembahasan tersebut (surat-surat makkiyah dan madaniyah), seperti buku al-Itqon karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, buku Manahil al-‘Irfan karya Imam Az-Zarqoni, buku al-Burhan karya Imam Badruddin az-Zarkasyi, buku madkhol ila al-qurani al-karimi karya Dr. Muhammad Abid Jabiri. Bahkan Banyak para pakar ulumul quran mengarang kitab khusus membahas surat-surat makkiyah dan surat-surat madaniyah, seperti Imam Maki dan al-'Izzu ad-Diroyni. Oleh sebab itu, sekilas kita dapat membaca urgensi pembahasan surat makkiyah dan surat madaniyah dalam memahami al-Quran yang disifati sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia.

Sebelum lebih banyak membincang tentang studi surat makkiyah dan madaniyah, saya ingin terlebih dahulu membahas sekilas biografi pengarang kitab al-Itqon; Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Sebagai langkah awal dan pengantar membedah salah satu karangan master pisnya; kitab al-Itqon.

Biografi Singkat Imam Suyuthi

Biografi ulama beken asal Mesir ini tidak sulit ditemukan. Hampir setiap karya Suyuti menyertakan biografinya. Bahkan Suyuthi menulis biografi dirinya, perjalanan intelektualitasnya, guru-guru serta karangannya dalam muqoddimah kitabnya Husnu al-Muhadhoroti fi tarikhi al-Mashri wa al-Qohiroti.

Nama lengkap Imam Suytui adalah Jalaluddin Abdurrahman bin al-Kammal Abu Bakar Muhammad bin Sabiquddin bin al-Fakhru ‘Utsman bin Fakhiruddin bin Muhammad bin Saepuddin khudhor bin Najmuddin bin Sholah Ayyub bin Nashiruddin muhammad bin Syeikh Hamamuddin al-Hammam al-Khudoiry as-Suyuthi asy-Syafi'i. Keluarga Imam Suyuthi bukan asli Mesir, tetapi berasal dari Khudor, sebuah tempat yang terletak di timur Baghdad (Persia). Ada yang mengatakan keluarganya a'jam (non arab) yang tinggal di wilayah arab.

Suyuthi lahir setelah maghrib pada malam Ahad, bulan rajab tahun 849 H di provinsa as-Suyuth Mesir. Keluarga besar Suyuti adalah keluarga berilmu pengetahuan. Kakek buyutnya syeikh Hamamuddin al-Hammam adalah seorang sufi, dan salah seorang syeikh sebuah tarekat. Konon kecintaan Suyuthi pada tasawuf dipengaruhi oleh kakek buyutnya ini. Ayahnya yang dkenal dengan sebutan Kamaluddin (al-Kammal) sebagaimana pujian anaknya sendiri (Imam Suyuthi) dalam muqoddimah kitabnya al-Itqon, adalah seorang pakar yang menguasai berbagai bidang ilmu. Beliau meninggal ketika Suyuthi berumur enam tahun, ada yang mengatakan ketika ia berumur lima tahun delapan bulan.

Suyuti sudah dapat menghapal al-Quran ketika umurnya di bawah 8 tahun. Ia juga hapal kitab al-'umdah, minhaju al-Fiqh wa al-ushul, dan alfiyah ibnu malik. Suyuti secara intens menceburkan diri berpeluk rapat dengan ilmu-ilmu agama ketika umurnya enam belas tahun, yaitu pada tahun 865 H. Mulai menulis kitab pada tahun 866 H, ketika umurnya tujuh belas tahun. Dengan karya perdananya 'Tafsir al-Isti'adati wa al-Basmalatiy' yang dikatapengantari oleh gurunya sendiri al-Bulqini. Dan mulai memberikan fatwa ketika umurnya 22 tahun.

Seorang imam pengikut ahlu sunnah waljama'ah ini banyak berkelana menjelajahi kota-kota dalam negeri, seperti Fayyum, Iskandariyah dan Dimyat, serta menjelajahi negara-negara yang ada di belahan dunia, seperti Hijaz, Syam (Suriah), Yaman, Maroko dan Takrur untuk menuntut ilmu Allah dari ulama-ulama kota dan negara tersebut. Suyuti menimba ilmu Faroidh dari seorang pakar ilmu Faroid saat itu syeikh Syihabuddin asy-Syarimsahi. mempelajari ilmu fikih dari 'alamuddin al-Bulkini. Setelah al-Bulkini meninggal, Suyuti melanjutkan pembelajarannya kepada anaknya. darinya Suyuti mempelajari kitab at-tadrib, kitab al-hawi as-shogir, kitab al-manhaj, kitab at-tanbih dan kitab takammulah syarh al-manhaj karya imam az-Zarkasyi. Belajar ilmu tafsir dari syeikh Syarifuddin al-Manawi. Mengambil ilmu hadits dan ilmu bahasa Arab dari syeikh Imam Takiyuddin as-Syibliy al-Hanafiy. Juga mempelajari beberapa fan ilmu; ilmu tafsir, ilmu Ushul Fikih, ilmu bahasa arab, ilmu ma'ani dan sebagainya dari syeikh Muhyiddin al-Kafijiy. Ia juga pernah menghadiri pengajian kitab al-Kasyaf, kitab at-Taudhih, kitab talkhishu al-miftah dan kitab al-'Adhdu yang diajar oleh Syeikh Saefuddin al-hanafiy.

Setelah banyak berkutat dengan dunia luar, berkelana dari kota ke kota, dari negara ke negara mencari ilmu Allah kepada ulama-ulama semasanya. Berdinamika seperti ulama-ulama lainnya menyebarkan agama Allah. Suyuti kemudian mengambil jalan baru, menyepi menyendiri di Roudhah, sebuah daerah dekat sungai Nil. Menulis buku-buku di sana. hingga ia menderita penyakit bengkak di tangan kirinya dan wafat pada malam jum'at 19 jumadil awal tahun 911 H.

Peninggalan Imam Suyuthi

Pentahkik kitab al-Itqon Ahmad bin Ali mengutip dari kitab imam Suyuthi sendiri; Husnu al-Muhadhoroh yang ditulis pada tahun 904 H, ketika Suyuthi mengarang kitab husnu al-Muhadhoroh, karya-karyanya sudah mencapai sekitar 300 buah. Ada yang mengatakan, kitab-kitab karya Imam Suyuthi berjumlah 600 buah. Sebagian yang lain ada yang mengira-ngira, kitab-kitab karangannya mencapai 400 lebih. Dan sebagian yang lain ada yang mentaksir, kitab-kitab karangannya berjumlah ratusan. Kitab-kitab karya Imam Suyuti amat variatif meliputi banyak bidang ilmu; ilmu Tafsir dan ‘ulum al-Quran, ilmu Hadits, ilmu Fikih, Bahasa Arab dan ilmunya, ilmu Balaghah, ilmu Sejarah, ilmu Adab, ilmu Tasawuf, ilmu Kedokteran dan ilmu Logika (Mantiq). Bahkan beliau pernah berkata, bahwa beliau bisa menulis semua permasalahan disertai dalil-dalil dan pendapat-pendapat para pakar dengan pertolongan Allah semata, bukan berdasar talenta dan kemampuan dirinya.

Buku-buku Suyuti dalam bidang Tafsir dan ‘ulum al-Quran; al-Itqon fi ulumi al-Quran, at-tahyir fi ‘ilmi at-Tafsiri, Tafsir Jalalayn, tanasuk ad-durari fi tanasubi as-suwari, ad-durru al-mantsuri fi tafsir bi al-ma’tsuri, thobaqotu al-mufassirin, lubabu an-nuqul fi asbabi an-nuzuli, mazma’ al-bahroyni wa mutholi’ al-badroyni fi at-tafsiri, mu’taroqo al-akroni fi musytaroki al-qur’ani, mafatihu al-ghaibi, dan al-muhhadzab fiyma waqo’a fi al-qur’ani min al-mu’arrobi.

Buku-bukunya dalam bidang Hadits; is’afu al-mubatho bi ar-rijali al-muwatho, tanwir al-hawaliki fi syarhi muwatho al-imam Malik, jam’u al-jawami’ atau al-jami’ al-kabir, al-jami’ as-shogir liahadits al-basyir an-nadzir, ad-duror al-munatsaroh fi al-ahadits al-musytaharoh, ad-dibaj ‘ala shohih Muslim bin Hajjaj, thobaqot al-Huffadz, ‘uqud az-Zabrojid ‘ala musnad al-Imam Ahmad, mirqotu as-su’ud ila sunan abi daud, dan mishbahu az-zujajah fi syarhi sunan ibnu majah.

Buku-bukunya dalam bidang fikih; al-azhar wa al-fidhoh fi fiqh ar-roudhah, al-asybah wa an-nazoir fi fiqh al-imam as-Syafi’i, tabiydhu as-shohifah fi manaqib Abi Hanifah, al-jami’ fi al-faroidh disebut juga dengan Hadiyatu al-‘arifin, al-hawi fi al-fatawa, al-fariq bayna al-munshib wa as-sarik yang disebut dengan Kasyfu adz-dzunun, miftahu al-jannah, fi al-i’tishomi bi as-sunnah, al-yadu al-bustho fi ta’yini as-sholati al-wustha, dan al-yanbu’ fiyma zada ‘ala ar-roudhoti min al-furu’i kedua duanya juga disebut kasyfu az-zunun.

Dalam bidang Bahasa Arab dan ilmunya: al-akhbar al-wadh’iyyah fi sababi wadh’i al-‘arobiyyah, al-asybah wa nazoir fi an-nahwi, al-alfadz al-mu’arrobah disebut juga dengan kitab al-a’lam, al-bahjatu al-mardhiyyah fi syarhi al-Fiyyah, at-taju fi i’robi musykili al-manhaji, at-tausihu ‘ala at-taudhihi disebut juga dengan kitab husnu al-muhadhoroti, jam’u al-jawami’, al-fathu al-qoribu, al-faridatu fi an-nahwi wa at-tashrifiy wa al-khothi, al-mazharu fi ulumi al-lughoti, al-muwasyatu fi ‘ilmi an-nahwi dan ham’u al-hawami’i fi syari jam’i al-jawami’.

Dalam bidang Ilmu Balaghah; syarhu ‘uqudi al-jumani fi ‘ilmi al-ma’ani wa al-bayani, an-nazmu al-badi’ fi madhi as-syafyi’ dan fathu al-Jalili li al-‘abdi adz-dzalili. Dalam bidang Sejarah dan Adab; al-arju fi ma’rifati al-farji, bahjatu an-nazhiri, wa najhatu al-khothiri, husnu al-muhadhoroti fi tarikhi mashi wa al-qohiroti, diywanu al-hayawani, al-kanzu al-madfunu wa al-falaku almasyhunu dan al-wasailu ila ma’rifati al-awaili. Dalam bidang Tasawuf; ta’yidu al-haqiqoti al-‘aliyati wa ta’kidu ath-thoriqotiy as-syadziliyati, tanbihu al-ghobiyi ila tabarruati ibni al-‘arobi, kitab ini juga disebut hadiyatu al-‘arifini, dan alma’aniy ad-daqiqotu fi idroki al-haqiqotiy, kitab ini juga disebut husnu al-muhadhorotiy. Dalam bidang kedokteran; mukhashoru at-thibi an-nabawiy. Dan dalam bidang logika (mantiq); al-Qowlu al-masyriqu fi tahrimi al-isytighali bi al-manthiqi.

Unsur Genetis Penulisan Kitab al-Itqon

Kitab al-Itqon ditulis sebagai muqoddimah kitab 'majma'u al-bahroyni wa mutholi' al-badroyni'. Sebuah kitab tafsir yang mengakomodasi tafsir-tafsir manqul, hasil-hasil istimbath, isyarat, i'rob, nakt balaghoh, dan sebagainya.

Kitab ini adalah hasil kodifikasi pendapat-pendapat para pakar di dalam kitab-kitab mereka. Boleh dibilang kitab-kitab tersebut adalah unsur genetik penulisan kitab al-Itqon. Dari kitab-kitab naql, Suyuti mengambil kitab tafsir ibnu Jarir at-Thobari, kitab tafsir ibnu Abi Hatim, kitab tafsir ibnu mardaweih, tafsir ibnu Hayyan, tafsir al-Hafidz Imaduddin bin katsir, kitab fadhoilu al-Quran karya Abu Abid, kitab fadhoilu al-Quran karya ibnu Dhuroys, fadhoilu al-Quran karya ibnu Abi Syaybah dan sebagainya.

Dari Kitab-kitab qiroat, Suyuti menyunting kitab Jamal al-Qurro karya as-Sakhowi, kitab an-nasyr wa at-taqrib karya al-Jazariy, kitab al-kamil karya al-Hudzliy, al-irsyad fi al-qiroati al-'asyari karya al-wasithi, kitab as-syawadz karya ibnu gholabun, kitab al-waqfu wa al-ibtida karya ibnu anbari, as-sajawandi, an-Nuhas, ad-daniy, a-'amaniy dan ibnu an-nakzawiy, kitab qurrotu al-'ayni fi al-fathi wa al-imalati bayna al-lafdzoyni karya ibnu al-qoshih.

Dari kitab bahasa, ghorib, bahasa arab dan i'rob, Suyuti mereduksi kitab mufrodat karya Roghib as-fahani, ghorib al-quran karya ibnu qutaibah dan karya al-'Azizi, al-wujuh wa an-nadzoir karya an-Naisaburi dan karya ibnu Abdu as-Shomad, al-wahidu wa al-jam'ufi al-qurani karya abu Hasan al-Ahfas al-Ausath, az-zahir karya ibnu al-Anbari, syarhu at-tashil wa al-irtisyaf karya Abu Hayan, al-mughni karya ibnu Hisyam dan sebagainya.

Dari kitab ahkam, Suyuti mengambil kitab ahkamu al-quran karya Ismail al-Qodhi, kitab ahkamu al-quran karya Bakar bin al-'Ala, kitab ahkamu al-Quran karya abu Bakar ar-Rozi, kitab ahkamu al-Quran karya Qiya al-Harosi, kitab ahkamu al-Quran karya ibnu al-'Arobi, kitab ahkamu al-Quran karya ibnu al-Faros, ahkamu al-quran karya Khuwaiz Mindad, kitab nasikh mansukh karya al-Maki, kitab nasikh mansukh karya ibnu Hishor, kitab nasikh mansukh karya as-Sa'idiy, kitab nasikh mansukh karya Abu Ja'fa an-Nuhas, kitab nasikh mansukh karya ibnu al-'Arobi, kitab nasikh mansukh karya Abu Daud as-Sajastani, kitab nasikh mansukh karya "ubaid al-Qosim bin Sallam, kitab nasikh mansukh karya Abu Mansur Abdul Qohir bin Thohir at-Tamimi dan al-Imam fi adillati al-ahkam karya syeikh 'Izzuddin bin Abdussalam.

Dari kitab-kitab yang yang menjelaskan kemu'jizatan al-Quran dan fan-fan balaghoh, Suyuti, banyak mengutip dari kitab i'jazu al-quran karya al-Khothobi, kitab i'jazu al-quran karyaar-Rummani, kitab i'jazu al-quran karya ibnu Suroqoh, kitab i'jazu al-quran karya Qodhi abu Bakar al-Baqilani, kitab i'jazu al-quran karya Abdul Qohir al-Jurjani, kitab i'jazu al-quran karya Imam Fakhruddin, kitab i'jazu al-quran karya ibnu abi al-'Ishba' dinamai juga kitab al-Burhan, kitab i'jazu al-quran karya az-Zamlakani juga dinamai al-Burhan, kemudian kitab ini diringkas dan dinamai kitab al-Mujid, majazu al-quran karya ibnu Abdussalam, al-iyjazu fi al-majazi karya ibnu Qoyyim, nihayatu at-ta'mili fi asrori at-tanzili karya az-Zamlakani dan sebagainya.

Dari kitab-kitab ar-rosm, Suyuti banyak menyerap kitab al-miqna' karya ad-Daniy, kitab syarhu ar-roiyati karya as-Sakhowi dan kitab syarh ar-roiyati karya ibnu Jubaroh. Dari kitab-kitab tafsir, Suyuti banyak mereduksi kitab al-Kasyaf dan hasyiyahnya karya ath-Thibiy, kitab tafsir imam Fakhruddin ar-Rozi, kitab tafsir al-Bahani, tafsir al-Hufiy, tafsir Abu Hayyan, tafsir ibnu 'athiyah, tasir al-qusyairy, tafsir al-mursiy, tafsir ibnu al-Jauzi, tafsir ibnu 'aqil dan sebagainya. Serta masih banyak lagi kitab-kitab yang direduksi oleh Suyuti dalam kitabnya al-Itqon.

Makkiyah dan Madaniyah

Mengenal Singkat Latar sosio kultural
dan sosio religius Mekkah Madinah


Latar sosio-kultural dan sosio-religius Mekkah dan Madinah yang dihadapi Nabi Muhammad saw jelas berbeda. Kota Mekkah dihuni oleh orang-orang arab yang memeluk varian agama dan berkeyakinan politeisme. Tetapi agama yang mendominasi di sana ketika itu adalah agama berhala (al-watsaniyah). hingga pada masa pembebasan kota Mekkah umat Islam menemukan terdapat 360 berhala di sana. ketetapan hati mereka terhadap agama peninggalan nenek moyang mengakar ke lubuk hati. Hingga ketika Nabi datang membawa ajaran tauhid. Reaksi mereka amat keras terhadap nabi dan pengikut-pengikut beliau. Mereka tidak menerima ajaran Islam bersanding dengan mereka, kendati Islam berprinsip la iqroha fi ad-dini (tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam). Para pemeluk ajaran Islam disiksa, seperti kasus Bilal bin Rabbah dan Ammar bin Yasir. Dalam kondisi politeisme katuhanan dan kekerasan masyarakat Mekkah inilah surat-surat makkiyah diturunkan. Hingga ayat-ayatnya kita lihat banyak menekankan ajaran tauhid untuk mengkounter keyakinan politeisme tersebut. Dan banyak menceritakan tentang azab-azab api neraka yang sudah Allah siapkan bagi mereka yang kafir kepada-Nya untuk menggedor hati mereka, di samping menceritakan kenikmatan surgawi bagi mereka yang beriman. Serta menceritakan kondisi umat-umat sebelum mereka yang mati mengerikan disebabkan kedurhakaan, ketidakpercayaan dan kedzaliman mereka kepada utusan-utusan Allah swt. sebagai tamtsil realistis yang patut dijadikan renungan.

Sedangkan kondisi ketika nabi di Madinah paska hijarah. Sudah banyak masyarakat arab yang mengimani risalah tauhid yang beliau bawa. Hingga ayat-ayat madaniyah banyak menggunakan khitob ya ayyuhalladzina amanu (hai orang-orang yang beriman) untuk menunjuk mereka yang beriman kepada kenabian Muhammad saw dan ketuhanan Allah swt. Serta banyak ayat-ayat yang menjelaskan kewajiban-kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat. Di samping itu terdapat tiga komunitas Yahudi di Madinah, bani Auz, bani Khuza'ah dan bani Khazraj. Banyak di antara mereka yang paham kitab Taurat (ahlul kitab). Hingga kita mendapati ayat-ayat al-Quran mengatur kehidupan masyarakat muslim dengan masyarakat non muslim; Yahudi. Seperti pelarangan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim; Yahudi, serta halal pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab.

Mengenal Makkiyah-Madaniyah Secara Definitif

Yang perlu kita garis bawahi, terma pembagian surat-surat/ayat-ayat makkiyah dan madaniyah merujuk pada sahabat dan tabi'in. Tidak ditemukan terma pemilahan makkiyah dan madaniyah dalam sabda-sabda nabi. Sebab nabi tidak dibebani perintah mendikotomi surat-surat/ayat-ayat ke dalam makkiyah dan madaniyah. Di samping Allah juga tidak memfardukan umat Islam mengetahui dikotomi makkiyah dan madaniyah. Abid Jabiri dalam bukunya madkhol ila al-qurani al-karimi menulis, perhatian ulama terhadap terma pemilahan surat makiyah madaniyah terjadi pada tahun 102 H, pada masa kodifikasi (tafsir al-Quran). Pandangan mereka pada masa itu mayoritas bersandar pada peristiwa-peristiwa atau simbol-simbol parsial yang saling bertentangan, tidak memberikan hasil yang melampaui dzon dan dugaan.

Secara eimologi jelas istilah makkiyah dan madaniyah dinisbahkan pada kota Mekah dan kota Madinah. Para pakar ulumul quran berbeda pandangan membatasi pengertian terminologi makkiyah dan madaniyah, yang terangkum dalam tiga pendapat. Yang pertama, makkiyah adalah surat/ayat al-Quran yang diturunkan kepada nabi sebelum beliau hijrah ke Madinah. Sedangkan madaniyah adalah surat/ayat al-Quran yang diturunkan kepada nabi setelah beliau hijrah. Yang menjadi titik tolak pengertian ini adalah Hijrah nabi. hingga surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah setelah beliau hijrah tergolong ke dalam surat atau ayat madaniyah. Dan surat atau ayat yang diturunkan di perjalanan menuju madinah tergolong ke dalam surat makkiyah. Pengertian pertama ini yang mashur dijadikan pengertian makiyah dan madaniyah oleh pakar ulumul quran. Yang kedua, makkiyah adalah surat/ayat al-Quran yang diturunkan di Mekkah meskipun setelah Hijrah. Sedangkan madaniyah adalah surat/ayat al-Quran yang diturunkan di Madinah. Yang menjadi patokan dalam pengertian ini adalah tempat diturunkannya al-Quran. Maka surat/ayat al-Quran yang diturunkan kepada nabi di perjalanan beliau, tidak termasuk surat makkiyah dan tidak termasuk madaniyah. Yang ketiga, makkiyah adalah surat/ayat al-Quran yang objeknya adalah masyarakat Mekkah. Sedangkan madaniyah adalah surat/ayat al-Quran yang objeknya masyarakat Madinah. Yang menjadi patokan dalam pengertian ini adalah objek yang dikenai al-Quran.

Mengenal Makkiyah – Madaniyah Lebih Dekat

Imam Suyuti menyunting pendapat-pendapat para pakar ulumul quran tentang surat-surat makiyah dan madaniyah yang semuanya dinisbahkan pada sahabat dan tabi'in, seperti pendapat al-Baihaki dalam kitabnya dalailu an-nubuwati, pendapat ibnu ad-Dhurois dalam kitabnya fadhoilu al-qurani, pendapat Abu Abid dalam kitabnya fadhoilu al-qurani, pendapat abu Bakar al-Anbari dan pendapat abu Hasan bin al-Hishor dalam kitabnya an-nasikh wa al-mansukh. Abu Hasan berpendapat, surat-surat yang telah disepakati kemadaniahannya berjumlah 20 (dua puluh) surat, yaitu surat al-baqoroh, al-imron, an-nisa, al-maidah, al-anfal, at-taubah, an-nur, al-ahzab, muhammad, al-fath, al-hujurot, al-hadid, al-mujadalah, al-hasyr, al-mumtahanah, al-jum'ah, al-munafiqun, ath-tholaq, at-tahrim dan an-nashr. Surat-surat yang diperdebatkan kemakiahan dan kemadaniahannya berjumlah 12 (dua belas) surat, yaitu surat al-fatihah, ar-ro'd, ar-rohman, as-shof, at-taghobun, at-tathfif, al-qodr, lam yakun, idza zuzlzilat, al-ikhlash, al-ma'udzatayn. Dan sisanya adalah surat-surat yang disepakati kemakiahannya berjumlah 82 surat.

Imam Suyuthi menyebutkan 32 (tiga puluh satu) surat yang diperdebatkan kemakiahan dan kemadaniahannya, yaitu surat al-fatihah, an-nisa, yunus, ar-ro'd, al-hajj, al-furqon, yasin, shad, muhammad, al-hujurot, ar-rohman, al-hadid, as-shaf, al-jumu'ah, at-taghobun, al-mulk, al-insan, al-muthofifin, al-a'la, al-fajr, al-balad, al-layl, al-qodar, lam yakun, az-zalzalah, al-'adiyat, al-hakum, aroayta, al-kautsar, al-ikhlash dan al-ma'udzatan.

Beberapa Model perbedaan pendapat seputar kemakiahan dan kemadaniahan surat-surat di atas, sebagai berikut;
1. surat al-Fatihah. Mayoritas ulama sepakat bahwa surat al-fatihah adalah surat makkiyah. Bahkan ada riwayat yang menjelaskan surat al-fatihah termasuk surat-surat awal diturunkan, dengan dalil firman Allah dalam surat al-hijr ayat 87. Mujahid berpendapat bahwa al-fatihah adalah surat madaniyah. Terdapat hadits dengan sanad jayyid diriwayatkan dari Abu Huroyroh ra. Bahwa sesungguhnya Iblis menangis ketika diturunkan fatihatul kitab (surat al-fatihah) dan surat al-fatihah diturunkan di Madinah. Sebagian ulama berpandangan, surat al-fatihah diturunkan dua kali, sekali di Mekah dan sekali di Madinah, sebagai bentuk kemuliaan terhadapnya. Dan sebagian ulama yang lain berpandangan, al-fatihah diturunkan setengah-setengah, setengah di Mekah dan setengah lagi di Madinah.
2. surat al-Furqon. Ibnu al-Faros berkata, jumhur ulama berpendapat, al-furqon adalah surat makkiyah. Sedang adh-dhohak berpandangan, bahwa al-furqon adalah surat madaniyah.
3. surat al-Insan. Ada yang berpendapat, al-insan adalah surat madaniyah. Dan ada yang berpandangan, bahwa al-insan adalah surat makiyah kecuali satu ayat (al-insan; 24)
4. surat al-lail. Yang mashur adalah pendapat yang mengatakan, bahwa al-lail adalah surat makiyah. Ada yang mengatakan, al-lail adalah surat madaniyah, karena dalam sebab turunnya surat ini terdapat cerita an-nakhlah (pohon korma). Dan ada juga yang mengatakan, dalam surat al-lail terdapat ayat-ayat makiyah dan terdapat ayat-ayat madaniyah.

Imam Suyuti mengutip pendapat al-Baihaki dalam kitabnya ad-dalail. Beliau berpendapat, di sebagian surat-surat yang diturunkan di Mekah terdapat ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, yang diletakan dalam rangakaian surat-surat tersebut. Senafas dengan Baihaki, ibnu Hishor juga berpendapat, di setiap surat-surat makiyah dan madaniyah terdapat ayat-ayat pengecualian (mustatsnah), hanya saja sebagian ulama menyandarkan pengecualian tersebut pada ijtihad bukan pada naql.

Beberapa model ayat-ayat pengecualian yang terdapat dalam surat-surat makiyah dan surat-surat madaniyah, sebagai berikut;
1. surat al-baqoroh. Seluruhnya adalah ayat-ayat madaniyah, kecuali dua ayat, yaitu ayat 109 'laysa 'alaika hudahum' dan ayat 272 'fa'fuw wa ash-fahuw'.
2. surat al-a'rof. Qotadah berpandangan al-a'rof seluruhnya makiyah, kecuali ayat 163 'was 'alhum ani al-qoryati......' dan ulama selain beliau berpendapat, seluruhnya makiyah, kecuali dari ayat ini (ayat 163) sampai ayat 172 'wa idz akhodza robbuka min bani adama.....'
3. surat ar-ro'd. Qotadah berpandangan surat ar-ro'd adalah madaniyah kecuali ayat 31. dan yang memandang, bahwa ar-ro'd adalah surat makiyah mengecualikan firman Allah dari ayat 8-13.
4. surat al-balad. Surat ini adalah surat madaniyah, kecuali empat ayat dari awal surat.
5. surat aroayta. Surat ini adalah surat yang diturunkan di Madinah, kecuali tiga ayat dari awal surat, diturunkan di Mekah.

Simbol-simbol Surat Makiyah dan Surat Madaniyah

Ada dua cara mengetahui surat-surat Makiyah dan surat-surat madaniyah. Yang pertama, sima'i dari riwayat-riwayat para sahabat dan tabi'in. Yang kedua, qiyasi melalui simbol-simbol yang digali melalui ijtihad para ulama.

Simbol-simbol surat Makiyah:
1. setiap surat yang disebutkan lafadz kalla.
2. setiap surat yang terdapat ayat sajadah.
3. setiap surat yang diawali oleh ahruf muqotho'ah (huruf tahujji), kecuali surat az-zahrowayn dan surat ar-ro'd.
4. setiap surat yang menceritakan kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, kecuali surat al-baqoroh.
5. setiap surat yang menceritakan kisah nabi Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqoroh
6. setiap surat yang di dalamnya terdapat kalimat 'ya ayyuhannas' adalah makiyah. tetapi terkadang surat yang di dalamnya terdapat kalimat 'ya ayyuhannas' adalah surat madaniyah, seperti an-nisa, surat madaniyah diawali kalimat 'ya ayyuhannas'. Begitu pula dengan surat al-Hajj tergolong surat makiyah, meski di dalamnya terdapat ayat 'ya ayyuhalladzina amanu irka'uw wa isjuduw' (ayat 77). al-Maki menegaskan, simbol ini hanya kebanyakan dipakai untuk menunjuk surat-surat makiyah, bukan menunjuk surat-surat makiyah secara keseluruhan. Dan banyak juga kalimat 'ya ayuhalladzina amanuw' dalam surat makiyah.
7. setiap surat yang tergolong ke dalam surat al-mufashol tergolong dalam surat makiyah. (imbuhan yang direduksi dari imam az-Zarqoni)

Simbol-simbol surat madaniyah :
1. setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat yang menjelaskan tentang Had, Faridhoh dan sunan.
2. setiap surat yang menyebutkan orang-orang munafik (al-munafiqun) kecuali surat al-'ankabut.
3. setiap surat yang di dalamnya menyebutkan izin untuk berjihad dan menjelaskan hukum-hukum jihad tergolong dalam surat madaniyah. (tambahan yang dipetik dari kitab imam az-Zarqoni)

Sementara itu, Abid Jabiri menyunting pandangan mayoritas pakar ulumul quran, klasik dan kontemporer, bahwa simbol-simbol pemilah makiyah madaniyah terletak pada tema (maudhu'i) dan ungkapan yang digunakan ('ibaroh). Tema-tema dalam surat-surat makiyah berkisar pada 'akidah, hari akhir, mendebat orang-orang musyrik dan kisah-kisah para nabi. Dan ungkapan ('ibaroh) dalam surat-surat Makiyah pendek, tegas, ringkas dan menggunakan kalimat 'ya ayyuhannas'. Sedangkan tema-tema surat madaniyah berkisar pada peribadatan, mu'amalah, mendebat orang Yahudi, orang Kristen dan orang-orang munafik. Dan 'ibaroh dalam surat madaniyah panjang serta menggunakan kalimat 'ya ayyuhalladzina amanu'.

dalam bagian akhir pembahasan surat makiyah dan madaniyah imam Suyuti menjelaskan objek-objek dalam bentuk permisalan-permisalan berkaitan dengan ayat-ayat makiyah dan madaniyah.
1. contoh ayat yang diturunkan di Mekah, tetapi hukumnya madinah, Firman Allah 'ya ayyuhannasu inna kholaqnakum min dzakari wa untsa.........' (al-hujurat: 13) ayat ini diturunkan di Mekah pada hari pembebasan kota Mekah, tetapi ayat ini tergolong madaniyah, karena diturunkan setelah hijrah.
2. contoh surat/ayat yang diturunkan di Madinah, tetapi hukumnya makiyah, surat al-Mumtahanah, diturunkan di Madinah, namun objeknya adalah masyarakat Mekah.
3. contoh ayat yang menyerupai konsep penurunan ayat-ayat madaniyah dalam surat makiyah, ' alladzina yajtanibuuna kabairo al-itsmi wa al-fawahisya illa allamama ........' (an-najm: 32) al-fawahisy adalah maksiat yang dikenai had, dan al-kabair adalah kemaksiatan yang diancam mengerjakannya dan akibatnya dimasukan ke dalam neraka.
4. contoh ayat yang menyerupai model penurunan surat makiyah dalam surat-surat madaniyah, firman Allah dalam surat al-'adiyat ayat 1 'wa al-'adiyaati dhobha' dan firnman-Nya dalam surat al-anfal ayat 32 'wa idz qoluw allahumma in kaana haadza huwa al-haqqo ...'
5. contoh surat yang dibawa dari Mekah ke Madinah, surat al-anfal dan surat al-ikhlas.
6. contoh ayat yang dibawa dari Madinah ke Mekah, firman-Nya dalam surta al-baqoroh ayat 218 'yas'aluunaka 'ani asy-syahhri al-haromi qitali fiyh .....' ayat riba, permulaan surat al-Baro'ah (at-taubah) dan firmannya dalam surat an-nisa ayat 97'
7. contoh ayat yang dibawa ke Habsyi (Etiopia), firman-Nya dalam surat al-imron ayat 64 'qul ya ahla al-kitabi ta'alaw ila kalimati sawai'. Menurut Imam Suyuti, yang benar ayat ini dibawa ke Rum.

Epilog

Mengetahui terma pemilahan surat makiyah dan surat madaniyah amat sangat bermanfaat. Imam az-Zarqoni menyebutkan beberapa manfaat mengetahui terma pemilahan tersebut; yang perrtama, memilah ayat-ayat yang mesti me-nasikh (menghapus) dan ayat-ayat yang mesti di-mansukh (dihapus). Jika terdapat dua ayat al-Quran –yang satu makkiyah dan yang kedua madaniyah- membincang satu tema, serta hukum yang dikandung ayat tersebut bertentangan, maka yang me-nasikh adalah ayat madaniyah, karena terakhir diturunkan. Yang kedua, mengetahui sejarah penerapan syariat dan gradualisasinya secara umum. Yang ketiga, menambatkan keyakinan, bahwa sampainya al-Quran pada generasi muslim saat ini terbebas dari perubahan dan penyimpangan. Terbukti dengan perhatian kaum muslimin terhadapnya (al-Quran), dari sisi pengetahuan mereka tentang ayat-ayat yang diturunkan sebelum dan sesudah hijrah, tentang ayat-ayat yang diturunkan pada malam hari dan pada siang hari, tentang ayat-ayat yang diturunkan pada musim panas dan musim dingin, dan sebabainya.

Daftar Pustaka

1. Suyuti, Abdurrahman, Jalaluddin, al-Hafidz. al-Itqon fi 'ulumi al-Quran. Kairo. Daar el-Hadits. 2004 (pentahkik Ahmad bin Ali)
2. Az-Zarqoni, Abdul Adzim, Muhammad, Syeikh. Manahilu al-'irfan. Mesir. Daar es-Salam. 2006.
3. As-Suyuti, bin Abu Bakar, bin Abdurrahman, Jalaluddin, al-Imam. Al-Asybah wa An-Nadzoir. Mesir. Maktabah Taufiqiyah.
4. Syalbi, Abu Zayd. Tarikh al-hadhoroh al-'arobiyah. Kairo. Maktabah Wahbah.
5. Jabiri, Abid, Muhammad, Duktur. Madkhol ila al-qurani al-karimi (al-juz'u al-awwalu fi at-ta'rifi bi al-qurani). Beirut. Markaz ad-dirosat al-wahdati al-'arobiyati. Cetakan 2 2007.

No comments: